Pengertian Kegelisahan
Didunia ini tidak ada seorang manusia
pun yang tidak merasakan kegelisahan. Kalau kita melihat seluruh makhluk yang
hidup di muka bumi ini akan kita dapati bahwa manusia dengan tabiatnya
senantiasa dipengaruhi oleh kompleksitas ketakutan yang menuntunnya ke ambang
kegelisahan.
Orang-orang
di sekeliling kita—bahkan dalam diri kita sendiri—, baik besar, kecil,
laki-laki maupun perempuan, semuanya merasakan ketakutan atau kegelisahan;
kegelisahan merupakan fenomena umum dan ciri khas yang hanya dimiliki manusia.
Hal ini kiranya memerlukan semacam kesadaran dari kita guna memikirkan
kiat-kiat untuk menghindarinya, paling tidak dengan itu kita bisa membayangkan
kejadian-kejadian yang belum terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya. Sebab
pada hakikatnya kegelisahan merupakan reaksi natural terhadap faktor-faktor dan
pengaruh-pengaruh internal maupun eksternal.
Tabiat
kehidupan dunia adalah penderitaan, kesedihan dan kesusahan. Kondisi-kondisi
yang meliputi manusia tidak pernah ‘kering’ dari kesedihan atas masalah yang
telah dilalui, atau kegelisahan atas masalah yang sedang menghantui, atau
kecemasan atas masalah yang akan diarungi. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” [QS. al-Balad: 4]
Setiap
orang, sesuai dengan kemampuannya masing-masing, berupaya mengekspresikan
kegelisahannya sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh emosional reaktif yang
dikhayalkan akan mengancam kehidupan atau ketenangannya.
Tentu
saja kegelisahan yang dialami setiap orang tidaklah sama, tergantung
kepribadian, kebutuhan, keadaan, dan tanggung jawab masing-masing. Di samping
kondisi masa kini serta tingkat keberagamaan mereka.
Di
masa lalu, marabahaya yang ditakutkan berupa kelaparan, penyakit, perbudakan,
peperangan dan bencana-bencana alam yang menggiring manusia kepada kegelisahan.
Sementara saat ini terdapat banyak sekali motif yang menjadi pemicu ketakutan.
Secara garis besar; seiring dengan komplikasi peradaban, cepatnya laju
perkembangan teknologi dan sosial, sulitnya untuk beradaptasi dengan
pembentukan budaya yang sangat mengejutkan, perubahan-perubahan besar yang
terjadi pada alam atau negara-negara atau setiap individu dari kita, perselisihan
dalam rumah tangga, sulitnya mewujudkan keinginan-keinginan pribadi karena
godaan-godaan dan cobaan-cobaan hidup yang semakin kuat, lemahnya nilai-nilai
keagamaan pada sebagian orang—yang mana ini merupakan faktor terpenting dan
utama—, lahirnya banyak ideologi dan konflik, benturan pemikiran dan
kebudayaan, bahkan enggannya sebagian orang untuk menjalankan ajaran-ajaran
agama, munculnya upaya-upaya untuk menjauhkan agama dari kehidupan manusia
serta ketidakjelasan tujuan, seiring dengan itu semua, kegelisahan datang
menghimpit banyak orang sehingga ia menjadi penyakit jiwa yang umum terjadi dan
sekaligus menjadi pemicu bagi timbulnya penyakit-penyakit jiwa lainnya.
Selain
itu, bertambahnya tingkat ketergantungan terhadap dunia berikut
materi-materinya telah menjadi ancaman terbesar bagi manusia, yang mana dia
menjadi sasaran ‘empuk’ ketakutan dan kegelisahan.
Kegelisahan dan
ketakutan yang terjadi secara berulang-ulang—seperti ditegaskan oleh banyak
peneliti—akan berakumulasi di dalam diri manusia hingga meluap dan efek-efeknya
dapat dirasakan oleh tubuh. Sebagaimana endapan lumpur yang terus-menerus
mengikuti alur sungai untuk kemudian berakumulasi secara perlahan di dasarnya,
dan ketika kuantitasnya melebihi daya tampung alur sungai tersebut, maka ia
akan merubah alur sungai yang membawanya itu sehingga terjadilah banjir yang
menyebarkan marabahaya dan kerugian.
Kegelisahan
Merupakan Penyakit yang Paling Sering Terjadi di Dunia!!
Kegelisahan
merupakan penyakit jiwa yang paling sering terjadi di masyarakat, bahkan jumlah
orang yang rutin melakukan pemeriksaan jiwa dan saraf, serta mereka yang
mengalami problem-problem psikologis—terutama kegelisahan—terus bertambah. Hal
ini ditegaskan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika dan Inggris.
Badan statistik di Amerika mengungkapkan bahwa 85% orang yang sakit jiwa
terkena kegelisahan. Secara umum kegelisahan terjadi pada anak-anak kecil, atau
pada masa-masa puber dan awal-awal menginjak dewasa, atau pada orang-orang yang
sudah lanjut usia, atau juga pada sebagian besar siswa dan pelajar. Di Inggris,
misalnya, ditemukan bahwa jumlah mahasiswa yang terkena kegelisahan mencapai
9%, dan jumlah mahasiswi mencapai 14%. Sedangkan di Saudi Arabia, para peneliti
menemukan bahwa jumlah orang yang secara rutin melakukan pemeriksaan kajiwaan
karena kegelisahan mencapai 14.8%, ini selain mereka yang memang enggan
mendatangi para psikiater untuk konsultasi. Di antara mereka bahkan ada yang
berusaha menutup-nutupi kegelisahan yang dideritanya dengan penyakit-penyakit
lain yang kadang-kadang kambuh meskipun sudah diobati, seperti luka pada
lambung, usus besar (kolon), sembelit, bertambahnya asam, serangan jantung,
tekanan darah tinggi, asma, TBC paru-paru, radang rongga, migrain (sakit kepada
separuh), deman, nyeri otot, kemandulan, kelainan seksual dan seterusnya.
Banyak orang yang terlihat merintih karena penyakit-penyakit seperti itu,
padahal sebenarnya mereka merintih karena jiwanya yang berduka atau tidak
stabil.
Kegelisahan
tidak lain adalah reaksi natural psikologis dan phisiologis akibat ketegangan
saraf dan kondisi-kondisi kritis atau tidak menyenangkan. Pada masing-masing
orang terdapat reaksi yang berbeda dengan yang lain, tergantung
faktor-faktornya, dan itu wajar. Adapun bahwa manusia selalu merasa gelisah
hingga membuatnya mengeluarkan keringat dingin, jantungnya berdetak sangat
kencang, tekanan darahnya naik pada kondisi apa pun; maka ini sebenarnya sudah
melewati batas rasional.
Sebenarnya
terdapat “kegelisahan” yang dibutuhkan untuk menumbuhkan semangat dalam
menghadapi tantangan, untuk menjaga keseimbangan dinamika internal atau untuk
meneguhkan diri, bahkan untuk menggapai ketenangan jiwa—yang merupakan tujuan
setiap manusia—dan untuk meraih kesuksesan dalam mengarungi kehidupan. Inilah yang
disebut dengan “kegelisahan positif” (al-qalq al-îjâbîy); seperti
kegelisahan seorang siswa sebelum ujian sehingga memotivasinya untuk belajar,
kegelisahan seorang ibu akan anaknya yang masih kecil sehingga mendorongnya
untuk menjaganya dari marabahaya, juga kegelisahan seorang muslim dan
kekuatirannya akan tumbuhnya kemalasan beribadah dalam dirinya sehingga
mendorongnya untuk selalu taat, beristighfar dan bertaubat.
Sedangkan
“kegelisahan negatif” (al-qalq as-salabîy) adalah kegelisahan yang berlebih-lebihan,
atau yang melewati batas, yaitu kegelisahan yang berhenti pada titik merasakan
kelemahan, di mana orang yang mengalaminya sama sekali tidak bisa melakukan
perubahan positif atau langkah-langkah konkret untuk berubah atau mencapai
tujuan yang diinginkan, yaitu kegelisahan dalam ‘menanti-nanti’ sesuatu yang
tidak jelas atau tidak ada. Tentu saja hal ini merupakan ancaman bagi
eksistensi manusia sebagai kesatuan yang integral.
“Kegelisahan
positif” merupakan dasar kehidupan atau sebagai kesadaran yang dapat menjadi
spirit dalam memecahkan banyak permasalahan, atau sebagai tanda peringatan,
kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya atau hal-hal yang datang
secara tiba-tiba dan tak terduga. Ia juga merupakan kekuatan dalam menghadapi
kondisi-kondisi baru dan dapat membantu dalam beradaptasi. Singkatnya, ia
merupakan faktor penting yang dibutuhkan manusia. Sedangkan “kegelisahan
negatif” jelas sangat membahayakan, seperti gula pada darah; ketika ketinggian
kadarnya membahayakan kesehatan manusia.
Seorang
muslim dituntut untuk selalu menjaga keseimbangan dalam hidupnya, sebab dia
sedang hidup dalam suasana yang sarat dengan kesusahan, penderitaan,
peperangan, hal-hal yang tidak terduga dan mengejutkan. “Kegelisahan negatif”
akan mendorong seseorang, melalui hubungan timbal balik dengan lingkungan dan
masyarakatnya, kepada penurunan tingkat produktivitas dan ketidakharmonisan
dengan masyarakatnya tersebut, yang karena itu akan membawa dampak yang tidak
diinginkan bagi kesehatannya; ia merupakan faktor yang dapat meruntuhkan
kepribadian, produktivitas dan keharmonisan interaksi sosial.
Kita
memang tidak mungkin dapat menghentikan terjadinya segala peristiwa. Kesedihan,
kegelisahan, ketakutan dan perasaan-perasaan lainnya tidak bisa dienyahkan dari
kehidupan manusia. Suatu hal yang mungkin bisa kita lakukan adalah merubah
bentuk-bentuk dan pengertian-pengertiannya, kemudian mencernanya dan merubahnya
dari yang semula negatif menjadi positif. Manusialah yang membuat
pengertian-pengertiannya dan dia jualah yang selanjutnya memberikan gambaran
yang dikehendaki.
Buku
yang ada di tangan Anda ini—pembaca yang budiman—merupakan petunjuk teknis
dengan gaya bahasa yang ilmiah dan mudah untuk mengenal lebih jauh tentang
kegelisahan dan cara menanggulangi kegelisahan negatif.
Dalam
buku ini Anda akan mengetahui definisi kegelisahan secara ilmiah, berikut
macam-macamnya, tingkatan-tingkatannya, faktor-faktornya, pengaruh-pengaruhnya
terhadap kesehatan dan sosial, sebagaimana juga membahas tentang cara
menghindarinya, atau sarana-sarana dan langkah-langkah untuk melawan
kegelisahan negatif, disertai fakta-fakta yang menunjukkan keberadaan
kegelisahan dalam masyarakat. Kemudian di akhir pembahasan Anda akan menemukan
suplemen tentang cara-cara menghindari kondisi kegelisahan karena ujian
kelulusan bagi para pelajar, juga tentang rileksasi (pengenduran otot) berikut
faedah-faedah, cara dan sarana untuk melatihnya, yang juga disertai azimat
berdasar petunjuk agama.
Tetapi
hal yang perlu ditekankan di sini, pembaca budiman, seharusnya Anda meneguhkan
kehendak Anda dengan ditopang oleh keimanan kepada Allah SWT guna melakukan
perubahan yang efektif dan berprilaku positif. Pengetahuan memang bisa dianggap
separuh pengobatan atau langkah penting menuju kesembuhan, namun ia akan
menjadi tidak berarti sama sekali tanpa diikuti oleh prilaku dan perubahan
positif sesuai dengan dasar-dasar prosedur yang legal dan benar. Pengetahuan
dan prilaku adalah dua hal yang saling melengkapi.
Seorang
pujangga berkata:
Dan aku tidak melihat setelah kekuatan
Allah Ta’ala seperti kekuatan anak Adam bila berkehendak
Bahkan yang lain
berkata:
Dan aku tidak melihat pada manusia
sebuah aib seperti kurangnya orang-orang yang mampu untuk [melakukan sesuatu
dengan] sempurna
Ya,
orang yang menginginkan kebahagiaan akan bahagia, dan orang yang menginginkan
kesembuhan akan sembuh, dan semua itu atas kehendak Allah SWT. Dia berfirman:
“Maka
barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka.” [QS. Thâhâ: 123]
“Dan
[demi] jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu [jalan] kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
[QS. asy-Syams: 7 – 10
Sumber : http://yodi-adhari.blogspot.com/2010/04/pengertian-kegelisahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar