Makna Ketidakpastian
Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah sebutan yang
digunakan dengan berbagai cara di sejumlah bidang, termasuk filosofi, fisika, statistika, ekonomika, keuangan, asuransi, psikologi, sosiologi, teknik, dan ilmu pengetahuan informasi.
Ketidakpastian berlaku pada perkiraan masa depan hingga pengukuran fisik yang sudah
ada atau yang belum diketahui.
Prinsip Ketidakpastian Heisenberg menyatakan bahwa adalah (hampir) tidak mungkin untuk mengukur dua besaran secara bersamaan, misalnya posisi dan momentum suatu partikel. Prinsip ini dicetuskan oleh ilmuwan Jerman bernama Werner Heisenberg di tahun 1927.
Prinsip Ketidakpastian Heisenberg menyatakan bahwa adalah (hampir) tidak mungkin untuk mengukur dua besaran secara bersamaan, misalnya posisi dan momentum suatu partikel. Prinsip ini dicetuskan oleh ilmuwan Jerman bernama Werner Heisenberg di tahun 1927.
Ketidakpastian
berasal dari kata tidak pasti artinya tidak menentu, tidak dapat ditentukan,
tidak tahu, tanpa arah yang
jelas, tanpa asal-usul yang jelas. Ketidak pastian artinya keadaan yang pasti,
tidak tentu, tidak dapat ditentukan, tidak tahu,keadaan tanpa arah yang jelas,
keadaan tanpa asal-usul yang jelas itu semua adalah akibat pikirannya tidak
konsentrasi. Ketidakkonsentrasian disebabkan
oleh berbagai sebab, yang jelas pikirannya kacau. Beberapa sebab orang tak
dapat berpikir dengan tidak pasti ialah :
1. obsesi
2. phobia
3. kompulasi
4. hysteria
5. delusi
6. halusinasi
7. keadaan emosi
Untuk dapat menyembuhkan keadaan itu
bergantung pada mental si penderita. Andaikata penyebabnya sudah
diketahui,kemungkinan juga tidak dapat sembuh. Bila hal itu terjadi, maka jalan
yang paling baik bagi penderita diajak pergi sendiri kepsikolog.
Contohnya, jika Anda tidak tahu
apakah besok hujan, maka Anda mengalami ketidakpastian. Bila Anda menerapkan
kemungkinan ini pada hasil memungkinkan yang menggunakan perkiraan cuaca atau penilaian
kemungkinan terkalibrasi, Anda telah memperkirakan ketidakpastian.
Islam datang mencerahkan dunia,
meningkatkan martabat wanita pada tempat yang mulia dan memberikan kedudukan
yang tinggi yang sebelumnya jauh dan jatuh diletakkan di dasar lembah yang
gelap gulita, sejak kecil keberadaannya di hinakan bahkan sebagian diantara
mereka di kubur hidup-hidup, Allah SWT mengabadikan sejarah ini dengan
firmanNya
Dan apabila bayi-bayi perempuan yang
dikubur hidup-hidup ditanya,
Karena dosa apakah dia dibunuh (QS. At Takwir : 9-10)
Beranjak dewasa hanya menjadi pemuas
syahwat laki-laki durjana, sebagaimana yang diceritakan wanita mulia, ibunda
kita ‘Aisyah Radhiallhu’anhaa dalam sunan Abi Daud tentang wanita yang
menikah/melacurkan dirinya dengan memasang bendera khusus di depan pintu
sebagai tanda.Perzinaan mewarnai setiap lapisan masyarakat dan sedikit dari
kaum laki-laki dan wanita yang memang masih memiliki keagungan jiwa.Wanita
diperjualbelikan secara semena-mena, kadang-kadang diperlakukan layaknya benda
mati dan akhirnya ketika tua, tidak ada baginya doa apalagi bakti dari
anak-anaknya.
Alhamdulillah Islam datang
mengangkatnya, menjadikannya mulia sejak kecil, dewasa hingga masa tuanya.Tidak
terdengar lagi ada bayi wanita yang dibunuh, kehormatannya terjaga dengan
balutan baju yang menutupi aurotnya, diberikan hak untuk berpendapat dalam
pernikahanya, bahkan diutamakan tiga kali melebihi kaum pria dalam keluarga.Dan
sesudah tutup usia didoakan putra-putranya agar mendapat ampunan dari Rabnya.
Itulah zaman keemasan Islam, yang setiap muslimah dan mukminah kala itu dapat
merasakan perbedaannya, setelah merasa asing dan terasing dari kaumnya.
Zaman begitu cepat bergulir, keadaan
pun tidak selalu sama.Keadaan kaum muslimin menjadi lemah -dan Allah lah yang
Maha Mengetahui keadaan hambaNya- ini disebabkan jauhnya mereka dari asal kemulian,
ketinggian dan kekuatan mereka. Dikoyaklah kesucian mereka oleh umat yang lain,
dirampas kehormatan dan hartanya, lebih dari itu musuh Islam mampu membuat
kebanyakan muslimah melepaskan mahkota malu dari dirinya, bahkan melepaskan
dari agamanya secara keseluruhan, laa haula wa laa quwwata illa billah.
Pada hari ini lebih jelas gambaran
keterasingan yang di landa kaum muslimah, ketika muslimah memandang masyarakat
sekelilingnya ia dapati seolah-olah ia berada di suatu tempat yang sangat
asing, bahkan masyarakat memandang ia datang dari planet lain.
Ditengah-tengah keluarganya pun ia
merasa asing, dengan balutan jilbab yang syar’i bapak ibunya tidak berkenan,
untuk thalabul ‘ilmi(pergi kajian) dilarangnya, bahkan bertemu dengan
teman-temannya yang shalihah pun diawasi. Padahal semuanya dilakukan untuk
mendapat ridha Ilahi.
Di rumah suaminya ia merasakan
keterasingan diatas keterasingan, tertipu ketika berta’aruf, disangkanya pemuda
yang benar-benar meniti jalan kebenaran pada awalnya, namun setelah mengarungi
bahtera, terbalik hatinya kemudian meminta istrinya yang mencoba menjadi wanita
surga untuk membalik hatinya juga dan melepas hijabnya bahkan menekan dan
mengancamnya wa laa haula wa laa quwwata illa billah.
Inilah zaman ghurbah(keterasingan)
yang kedua, sebagaimana telah diberitakan oleh kekasih Allah Muhammad
shollallahu’alaihi wasallam :
بَدَأَالإِسْلاَمُغَرِيباًثُمَّيَعُودُغَرِيباًكَمَابَدَأَفَطُوبَىلِلْغُرَبَاءِ».
قِيلَيَارَسُولَاللَّهِوَمَنِالْغُرَبَاءُقَالَ«الَّذِينَيُصْلِحُونَإِذَافَسَدَالنَّاسُ
“Islam datang dalam keadaan asing
lalu akan kembali asing sebagaimana bermula, maka beruntunglah orang yang
asing”. Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang asing itu?”
Beliau menjawab, “Orang-orang yang tetap shalihsaat manusia telah rusak.”(HR.
Ahmad).
Dalam riwayat yang lain :
أُناَسٌصَالِحُوْنَفِيأُنَاسٍسُوْءٍكَثِيْرٍ،مَنْيَعْصِيْهِمْأَكْثَرُمِمَّنْيُطِيْعُهُمْ
“Orang-orang shalih yang berada di
tengah-tengah orang-orang jahat yang banyak, yang mengingkari mereka jumlahnya
lebih banyak daripada yang menta’ati mereka.”(HR. Ahmad)
Itulah sifat orang asing yang
beruntung, mereka adalah generasi shalih dan menjadikan yang lain ikut shalih,
tidak banyak yang mengikuti bahkan yang banyak adalah yang memusuhi,
namunmereka selalu bergerak berdakwah kepada manusia mengajak kepada agama yang
mulia ini.
Ketahuilah saudariku muslimah, bahwa
dunia dan segala perhiasannya akan cepat sirna, kita kan ditanya dihapan
Rabbuna segala perkara, baik yang kecil maupun yang besar, telah bersabda Nabi
Kita :
لَاطَاعَةَلِمَخْلُوقٍفِيمَعْصِيَةِاللَّهِعَزَّوَجَلَّ
“Tidak ada ketaatan kepada mahkluq
dalam bermaksiat kepada Allah ‘azza wajalla.”(HR. ahmad)
Ridha siapakah yang kita cari,
manusiakah? sehingga kita rela meninggalkan ajaran agama hanya karena taat
kepada mahluk yang berupa masyarakat, keluarga dan suami yang memaksa. Padahal
telah diingatkan oleh Rasulullah SAW :
مَنْالْتَمَسَرِضَااللَّهِبِسَخَطِالنَّاسِكَفَاهُاللَّهُمُؤْنَةَالنَّاسِوَمَنْالْتَمَسَرِضَاالنَّاسِبِسَخَطِاللَّهِوَكَلَهُاللَّهُإِلَىالنَّاسِ
“Barangsiapa yang mencari keridhoan
Allah sekalipun memperoleh kebencian manusia, Allah akan mencukupkan dia dari
ketergantungan kepada manusia dan barangsiapa yang mencari keridhoan manusia
dengan mendatangkan kemurkaan dari Allah, maka Allah akan menjadikannya
bergantung kepada manusia”.(HR. At Tirmidzi ))
Jagalah keterasingan agamamu,
genggamlah ia meski mungkin sepanas bara api rasanya. Janganlah engkau jual
agama dan dirimu dengan dunia, ingatlah bahwa dunia adalah penjara bagi mukmin,
dan surganya orang-orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman :
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”.(QS. Ath Thalaq:2-4)
Ingatlah balasan bagi orang-orang
yang asing dari generasi awal yang melihat beliau maupun genersi belakangan
yang beriman dan tidak melihat beliau :
طُوبَىلِمَنْرَآنِيوَآمَنَبِيثُمَّطُوبَىثُمَّطُوبَىثُمَّطُوبَىلِمَنْآمَنَبِيوَلَمْيَرَنِيقَالَلَهُرَجُلٌوَمَاطُوبَىقَالَشَجَرَةٌفِيالْجَنَّةِ
“Beruntunglah orang yang melihat dan
beriman kepadaku, kemudian beruntunglah, beruntunglah dan beruntunglah orang
yang beriman kepadaku dan dia belum pernah melihatku.” Laki-laki tersebut
berkata; “Apakah keberuntungan orang tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menjawab: “Sebuah pohon di surga.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Semoga Allah selalu meberikan
kesabaran dalam menjalankan keta’atan dan kesabaran dalam menghadapi ujian dan
tekanan, dan mamasukkan kita kedalam generasi asing yang dimaksud oleh
Rasulullah SAW. Amin.
(Taufiq el Hakim, Lc.) ar-risalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar