Derita
TKI di Luar Negeri
Deret
Panjang TKI yang Disiksa di Luar Negeri
CERITA sedih TKW kita di negeri orang
seakan-akan tidak ada habis-habisnya, setiap bulan hampir selalu ada
pemberitaan tentang nasib “pahlawan-pahlawan” devisa.
Dalam satu minggu ini saja, kabar
buruk datang dari Arab Saudi. Masih jelas baru beberapa hari lalu,
Sumiyati binti Mustafa warga Dompu yang bekerja di Arab Saudi mengalami
penyiksaan di luar batas peri kemanusiaan. Belum selesai kasus Sumiyati diusut,
malah tersiar khabar lebih tragis dengan ditemukannya jenazah Kikim Komalasari
TKW asal Cianjur Jaba Barat di tempat sampah. Kikim diguga tewas kerana disiksa
majikannya.
Seakan kejadian ini terus berulang
dan berulang, pahlawan devisa yang meregang nyawa ataupun mengalami siksaan
begitu hebat pemerintah hanya mengirim nota protes. Harus banyak yang dibenahi
dalam sistem database dan cara pengiriman TKI-TKW sehingga kejadian-kejadian
sama seperti yang menimpa Sumiyati dan Kikim tidak akan terjadi lagi.
Berikut deret data penyiksaan dengan
luka berat atauun meninggal yang dialami para TKI-TKW di negeri orang:
No
|
Nama
|
Asal
|
Negara Tujuan
|
Kondisi
|
Tahun
|
1
|
Sumiyati binti Mustafa
|
Dompu, NTB
|
Arab Saudi
|
Kulit mengelupas, luka bakar dan
bibir digunting
|
November 2010
|
2
|
Biyanti Marsono
|
Singapura
|
Dipukul sampai hidung mengeluarkan
darah
|
2010
|
|
3
|
Nirmala Bonat
|
NTT
|
Malaysia
|
Cacat fisik
|
2004
|
4
|
Heni Indriyani
|
Lampung
|
Malaysia
|
Luka di wajah dan bagian vitalnya
|
September 2010
|
5
|
Muntik Hani
|
Jombang
|
Malaysia
|
Meninggal
|
April 2010
|
6
|
Slamet Riyadi
|
Ampelrejo, Jember
|
Malaysia
|
Meninggal
|
2010
|
7
|
Karni
|
Mojmulyo, Jember
|
Singapura
|
Meninggal
|
2010
|
8
|
Riadiyanto
|
Puger Kulon, Jember
|
Arab Saudi
|
Meninggal
|
Februari 2010
|
9
|
Nafsiyah
|
Mlokorejo, Jeber
|
Malaysia
|
Meninggal
|
2010
|
10
|
Halimah
|
Cianjur, Jabar
|
Arab Saudi
|
Meninggal di Lorong Jembatan di
Arab Saudi
|
Agustus 2010
|
11
|
Kikim Komalasari
|
Jabar
|
Kota Abha, Arab Saudi
|
Dibunuh dan mayatnya dibuang di
tong sampah
|
November 2010
|
Sumber:
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/bicara_fakta/2010/11/18/12/Deret-Panjang-TKI-yang-Disiksa-di-Luar-Negeri
.
Sangat
disayangkan, di negeri para syaikh (Arab Saudi), justru para TKI lebih banyak
mendapat penyiksaan. Sampai-sampai HTI (yang notabene pro khilafah yang hari
raya-nya selalu mengacu ke sana … koreksi jika salah), mengecam negara Arab
Saudi ini dengan kata-kata,
“Kondisi ini menunjukkan bahwa sikap
Arab Saudi bukanlah cerminan syariat Islam dan Arab tak pantas disebut negara
Islam,” teriak Iffah Ainur Rochmah selaku juru bicara Muslimah HTI di depan
Kedubes Arab, Jakarta Timur, Rabu (24/11/2010).
Sumber: http://www.tribunnews.com/2010/11/24/arab-saudi-tak-pantas-disebut-negara-islam
.
Berikut
sebuah wacana mengenai sudut pandang warga Saudi terhadap para TKI,
24 Nopember 2010
”Mengislamkan”
Lagi Saudi
SEORANG tokoh Indonesia yang
sekarang menjadi pimpinan ormas Islam pernah menyatakan bahwa hukum Islam
(syariah) jika menyangkut orang Arab Saudi (Saudi) memang akan benar-benar
tegak. Tetapi jika menyangkut orang non-Saudi, terutama negara-negara yang warganya
banyak menjadi tenaga kerja di sana, hampir dipastikan tidak akan adil.
Dengan kata lain, orang-orang
Indonesia yang mengadu nasib di sana janganlah berharap keadilan dari sistem
hukum negeri Keluarga Saud itu, meskipun klausul perjanjian antara tenaga kerja
Indonesia (TKI) dan majikan Saudi sudah menyebutkan hak dan kewajiban
masing-masing.
Pemerintah kita boleh saja mengklaim
bahwa TKI sudah mendapatkan perlindungan. Namun, menurut seorang yang sudah
bekerja di Saudi, di negara tersebut kewajibanlah yang lebih mengemuka,
sedangkan hak baru sebatas gaji meskipun tidak sedikit dari TKI yang dibayar
tidak tepat waktu.
Karena itu, pemerintah kita
sejatinya tidak boleh berpuas diri, karena faktanya banyak perjanjian tidak
diindahkan. Sudah terjadi pelanggaran perjanjian pun TKI tidak bisa menggugat
karena tidak ada saluran yang bisa menjadi lembaga penyelesaian sengketa,
terlebih lagi mereka umumnya tersandera karena tidak bisa keluar dari rumah
majikan untuk mengadukan masalah tersebut.
Larangan memegang ponsel itulah
menjadi penyebab kenapa keluarga di Indonesia sulit menghubungi kerabatnya yang
menjadi TKI. Bila sekarang SBY menekankan agar TKI dibekali telepon seluler,
hal itu masih sebuah harapan mengingat boleh tidaknya bukan terletak di tangan
Indonesia melainkan di tangan pemerintah Kerajaan Saudi, utamanya majikan yang
mempekerjakan TKI.
Indonesia harus berkaca pada
Filipina yang ketika salah seorang warganya diperlakukan tidak adil berani
menggertak dan ternyata Saudi keder juga. Sementara kita, selalu sabar. Apakah
itu sebuah kesungkanan karena ikatan keislaman?
Menurut saya, tinggalkan masalah
itu, karena jika menyangkut warga negara Saudi masalah Islam juga tidak
diperhitungkan. Kenapa kita harus terpancang pada hal itu mengingat praktik
yang dijalankan warga Saudi terhadap TKI sungguh-sungguh di luar ajaran Islam.
Era Kegelapan
Saudi sebagai asal usul lahirnya
Islam makin membuat ragu sejumlah pihak selain dianggap menebar teror juga
ternyata tidak memberikan contoh dalam memperlakukan manusia, terutama
ekonominya lebih lemah. Mungkin ada yang bertanya kenapa masyarakat yang hidup
di negeri yang selalu mengklaim paling Islam dengan fatwa ulamanya yang keras,
justru Islam tidak berarti menenangkan (salam) dengan memberikan ckup
perlindungan? Bukankah Nabi Muhammad SAW ketika menaklukkan Makkah melindungi
mereka yang belum Islam?
Lantaran sibuk mengislamkan orang
lain, bangsa Saudi lupa bahwa tidak sedikit dari mereka yang masih
barbar, yang mengartikan Islam pada era raqabah (perbudakan). Bahkan menurut
seorang kawan, di antara ulama mereka ada yang berpandangan seperti itu.
Bagi orang Saudi, perbedaan antara
budak dan tenaga kerja sangat tipis, jika tidak ingin dianggap tidak ada sama
sekali. Atas dasar itu, perlakuan terhadap tenaga kerja bisa sekehendak hati
yang membayar, karena bagi mereka, terutama majikan, uang administrasi yang
mereka keluarkan untuk mendapatkan tenaga kerja bukan uang jasa melainkan untuk
proses jual beli. Jadi menurut bangsa Saudi, memperlakukan tenaga kerja
sesuai sekendak hati justru hal itu sesuai dengan praktik Islam, meskipun hal
itu hanya ada pada awal Islam.
Ajaran Nabi melarang setiap majikan
berlaku sewenang-wenang. Namun, sepertinya Hadis ini mungkin dianggap lemah
(dhaif) sehingga yang mengemuka di Arab Saudi adalah praktik Islam pada era
kegelapan sehingga tidak mengherankan jika sejumlah majikan merasa berhak
sewenang-wenang, termasuk memerkosa TKW, karena seorang wanita budak hukumnya
halal.
Kita tidak boleh silau pada
keislaman Saudi lantaran Kakbah terletak di sana. Kasus-kasus yang menimpa TKI
adalah contoh bahwa paham keislaman yang berlaku di sana adalah Islam pada era
awal atau zaman kegelapan. (10)
— Mahmudi Asyari, doktor dari UIN
Jakarta
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar