Translate

Kamis, 06 Juni 2013

Konvensi-Konvensi Internasional


Konvensi-Konvensi Internasional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai :
1.                  Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi)
2.                  Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan.
Konvensi bisa merupakan kumpulan norma yang diterima secara umum. Konvensi juga adalah pertemuan sekelompok orang yang secara bersama-sama bertukar pikiran, pengalaman dan informasi melalui pembicaraan terbuka, saling siap untuk mendengar dan didengar serta mempelajari, mendiskusikan kemudian menyimpulkan topik-topik yang dibahas dalam pertemuan dimaksud. Konvensi merupakan suatu kegiatan berupa pertemuan sekelompok orang (negarawan,usahawan, cendekiawan, dan sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR.

1. Berner Convention (Konvensi Berner)

Konvensi Berner atau Bern merupakan konvensi atau perjanjian yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistik, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1886 dan telah berulang kali mengalami revisi-revisi serta penyempurnaan-penyempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, kemudian revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Konvensi tersebut di revisi kembali dan disempurnakan kembali di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya, di revisi kembali di Roma pada tanggal 2 Juli 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967, dan terakhir di Paris pada tanggal 24 Juli 1971.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah, kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan dalam hal apapun (terdapat pada Pasal 2). Pada Pasal 3 disebutkan dapat disimpulkan bahwa disamping karya-karya asli (dari si pencipta pertama) dilindungi karya-karya lain termasuk terjemahan, saduran-saduran, aransemen musik, serta produksi-produksi lain yang berbentuk saduran dari suatu karya sastra atau seni, termasuk karya fotografis.
Pasal 5 (setelah di revisi di Paris pada tahun 1971) adalah merupakan pasal yang terpenting. Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini. Hal ini dapat dikatakan bahwa para pencipta yang merupakan warga negara dari salah satu negara yang terikat dalam konvensi ini akan memperoleh kenikmatan perlindungan di negara-negara bergabung dalam konvensi tersebut.


2. UCC (Universal Copyright Convention)

Universal Copyright Convention ditandatangani di Jenewa pada tanggal 6 September 1992 dan baru mulai berlaku pada tanggal 16 September 1995. Konvensi ini terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Universal Copyright Convention dalam Pasal 5 disebutkan pengertian hak cipta yaitu meliputi hak tunggalsi pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk menerbitkan dan membuat terjemahan daripada karyanya yang dilindungi dalam perjanjian ini.

Pasal 4 menyebutkan bahwa yang dianggap sebagai hak cipta adalah karya dalam bentuk asli maupun terjemahannya. Selanjutnya dalam Pasal 4 menentukan pembatasan jangka waktu hak cipta yaitu selama hidup pencipta dan selama 25 tahun meninggalnya si pencipta. Universal Copyright Convention terakhir diperbarui pada tahun 1997.


3. Konvensi-Konvensi Tentang HAKI

Konvensi-konvensi tentang HAKI secara internasional diatur dalam TRIP'S (Trade Related Aspecs of Intelectual Property Rights) pada UU No.7 Tahun 1994 yang membahas mengenai aspek-aspek dagang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), termasuk perdagangan barang palsu) dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual dari produk-produk yang diperdagangkan. Tujuan lainnya adalah menjamin prosedur pelaksanaan hak atas kekayaan intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan, merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan hak atas kekayaan intelektual, serta mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerjasama internasional untuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajakan hak atas kekayaan intelektual.

Konvensi tentang HAKI berikutnya terdapat pada Paris Convention for Protection of Industrial Property yang juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.15 Tahun 1997. Hal tersebut membahas mengenai perlindungan terhadap properti industrial yang didalam perjanjian internasional besar pertama yang dirancang untuk membantu rakyat satu negara mendapatkan perlindungan di negara-negara lain untuk kreasi intelektual mereka dalam bentuk hak kekayaan industri, yang kemudian dikenal sebagai penemuan (paten), merek dagang dan desain industri.

PCT (Patent Coorporation Treaty) and Regulation Under the PCT yang juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.16 Tahun 1997, merupakan konvensi tentang HAKI yang membahas mengenai para negara pihak menginginkan untuk memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menginginkan untuk menyempurnakan perlindungan hukum terhadap penemuan, menginginkan untuk menyederhanakan dan membuat lebih ekonomis dalam memperoleh perlindungan penemuan dimana perlindungan dicari di beberapa negara. Konvensi ini juga membahas para negara pihak menginginkan untuk mempermudah dan mempercepat akses oleh masyarakat dengan informasi teknis yang terkandung dalam dokumen yang menjelaskan penemuan baru, serta menginginkan untuk mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi negara-negara berkembang melalui adopsi dari langkah-langkah yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi hukum mereka baik dari segi nasional maupun regional.

Trademark Law Treaty termasuk konvensi tentang HAKI yang juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.16 Tahun 1997, membahas mengenai perjanjian dari praktek merek dagang yang perjanjiannya berusaha untuk menyelaraskan mencakup antara jangka waktu pendaftaran awal dan hal pembaharuan pendaftaran merek dagang akan sepuluh tahun, layanan tanda diberi perlindungan yang sama sebagai merek dagang dibawah Konvensi Paris. Salah satu penguasa dapat diserahkan untuk setiap negara pemohon dan anggota tidak mungkin meminta tanda tangan pada kekuasaan akan disahkan maupun dilegalisasi. Konvensi ini juga membahas masalah prosedur dokumensi yang rumit, seperti pengajuan kekuasaan beberapa pengacara, sertifikat pendirian atau status perusahaan, kamar dagang sertifikat, sertifikat berdiri baik, persyaratan saksi, otentikasi, sertifikasi dan persyaratan legalisasi akan diringankan.

WIPO Copyrights Treaty yang merupakan salah satu kovensi tentang HAKI juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.19 Tahun 1997. Konvensi tersebut merupakan perjanjian khusus dibawah konvensi Bern yang dimana setiap pihak (bahkan jika tidak terikat dengan Konvensi Bern) harus mematuhi ketentuan-ketentuan substantif dari Paris (1997) Undang-Undang Konvensi Bern tentang perlindungan Karya Sastra dan Seni (1886). Perjanjian tersebut menyebutkan dua materi untuk dilindungi hak cipta program komputer, apapun mode dan ekspresi mereka, serta kompilasi data atau materi lain (database) dalam bentuk apapun yang dengan alasan pemilihan atau pengaturan dari isinya merupakan ciptaan intelektual. Adapun hak penulis kesepakatan perjanjian dengan hak distribusi (merupakan hak untuk mengotorisasi pembuatan tersedia untuk umum yang asli dan salinan dari suatu karya melalui penjualan atau pengalihan pemilikan lainnya), hak sewa (merupakan hak mengotorisasi sewa komersial kepada publik yang asli dan salinan dari tiga jenis karya seperti program komputer, sinematografi dan rekaman musik) dan hak komunikasi kepada publik (merupakan hak untuk mengotorisasi komunikasi kepada publik melalui kabel atau nirkabel).

Sumber
staff.ui.ac.id/internal/0508050289/material/BerneConvention.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar