Tabuik
Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.
Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.
Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.
Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya
Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.
Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.
Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.
Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya
Ada yang
unik di tanah Pariaman setiap satu tahun sekali, tepatnya pada 10 Muharram pada
kalender Islam. Hari tersebut merupakan hari yang spesial mengingat
dilaksanakannya tradisi yang sudah turun temurun dilaksanakan di tanah Pariaman
yakni Upacara Tabuik.
Tabuik yang
dasarnya berasal dari sebuah kata dari bahasa Arab yakni ‘tabut’ yang berarti
mengarak merupakan sebuah tradisi masyarakat yang sudah dilaksanakan secara
turun temurun. Upacara yang diselenggarakan pada hari Asura atau 10 Muharram
ini merupakan sebuah peringatan atas peristiwa Perang Karbala yang dibawa oleh
penganut Syiah dari Timur.
Upacara
Tabuik merupakan rangkaian acara yang sangat meriah. Setiap masyarakat Sumatera
Barat khususnya Pariaman selalu menantikan datangnya acara ini. Sebelum Tabuik
dilaksanaka, beberapa hari sebelumnya masyarakat melakukan beragam persiapan
seperti membuat aneka makanan, kue-kue tradisional dan Tabuik itu sendiri. Di
masa ini pula masyarakat melaksanakan ritual puasa.
Tabuik itu
sendiri selain sebagai nama upacara, juga merupakan komponen penting dalam
ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu.
Bentuknya menyerupai binatang berbadan kuda dan berkepala manusia dengan
proporsi tegap dan memiliki sayap. Dalam kepercayaan Islam, Tabuik
tersebut sebagai gambaran dari Buraq yang dipercaya sebagai kendaraan Nabi
Muhammad dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.
Pada
punggung Tabuik sendiri, terdapat tongak setinggi 15 meter. Tabuik kemudian
dihias dengan warna merah dan warna-warna lainnya yang memberi efek meriah.
Satu buah Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya 40 orang. Di
belakang Tabuik terdapat rombongan pengiring dengan busana tradisional yang
membawa alat perkusi berupa aneka gendang. Sesekali arak-arakan berhenti dan
puluhan orang tersebut memainkan silat khas Minang. Mereka beraksi dengan
diiringi tetabuhan dari gendang.
Kedua Tabuik
tersebut diarak menuju ke pantai setempat untuk di ‘serahkan” ke laut. Saat
matahari terbenam arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik tersebut dibawwa ke
pantai yang selanjutnya dilarung kelaut. Hal tersebut dipercaya sebagai ritual
buang sial . Selain itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq
terbang ke langit dengan membawa segala jenis arakannya.
Selain
menjadi sebuah tradisi yang terus menerus dijaga kelestariannya, Upacara Tabuik
telah menjadi agenda tahunan Pemerintah Daerah setempat. Upacara ini juga
menjadi simbol budaya sekaligus pariwisata yang menjadi daya tarik setiap
wisatawan. Selain itu, Upacara Tabuik ini juga sebagai kebanggaan masyarakat
Pariaman yang juga turut memperkaya kebudayaan Indonesia.